Minggu, 07 Oktober 2007

Pengakuan dan Pengampunan Dosa

Sesudah tahun 1524 Luther membedakan tiga jenis pengakuan: pertama, menyadari diri sebagai orang berdosa dan mengakuinya di hadapan Allah. Ini dilakukan dalam pengakuan dosa jemaat dalam kebaktian umum. Pengakuan di hadapan Allah ini terdapat di dalam Doa Bapa Kami, ketika kita berkata: “ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami”. Sebenarnya Doa bapa Kami tak lain daripada suatu pengakuan seperti ini. Bukan kah doa kita merupakan pengakuan bahwa kita tidak mempunyai atau berbuat sebagaimana mestinya dan kita menginginkan rahmat Allah serta hati nurani yang bahagia? Pengakuan seperti ini mesti dan harus dilakukan seumur hidup. Sebab hakikat kehidupan Kristen yang sesungguhnya adalah: mengaku bahwa kita orang berdosa dan memohon anugerah. Kedua, kita juga mengakui dosa kita secara pribadi kepada orang lain dan orang yang kepadanya kita berbuat salah. Mengaku secara pribadi kepada orang lain, sangat menolong apabila ada sesuatu yang menyusahkan atau menyiksa kita. Pengakuan kepada orang lain yang kepadanya kita berbuat salah juga terkandung di dalam Doa Bapa Kami. Hendaklah kita mengaku kesalahan kita satu sama lain dan saling mengampuni sebelum kita datang kepada Allah dan memohon pengampunan. Dan ketiga, yaitu mengaku kepada pendeta/imam sebagai penerimaan absolusi (pernyataan pengampunan dosa).

Dalam pengakuan dosa, bahwa orang tidak dapat dipaksa untuk menyebutkan dosa-dosanya secara terinci, sebab hal itu tidak mungkin dilakukan. Sebagaimana pemazmur mengatakan, “siapa yang dapat mengetahui kesesatan?”(Mzm. 19:3). Yeremia juga mengatakan, “betapa liciknya hati, siapakah yang dapat mengetahuinya?”(Yer. 17:9). Tabiat manusiawi kita yang malang begitu dalam terbenam dalam dosa-dosa, sehingga kita tidak dapat melihat atau mengenal semua dosa kita, dan seandainya kita diberi pengampunan dosa hanya dari apa-apa yang dapat kita sebutkan satu demi satu maka akan begitu banyak dosa yang tidak dapat kita sebutkan dan diampuni dan lebih parah lagi bahwa dengan demikian maka kita mereduksi kuasa kematian dan kebangkitan Kristus yang menyelamatkan. Karena itu jelas bahwa bahwa tidak perlu memaksa orang untuk mengaku atau mengutarakan dosa-dosanya secara terperinci.

Jika ada pertanyaan yang menanyakan: “Bagaimana kaitan pengakuan dengan pengampunan dosa dan mengapa hal itu begitu penting?” ketika seseorang atau warga mengaku tentang dosa-dosanya, maka pada saat yang sama warga itu memaknai tentang penghiburan Firman Allah akan pengampunan dosa, sehingga dia juga akan dapat menghargai pemberitaan pengampunan dosa sebagai hal yang mulia dan berharga. Bukan suara atau perkataan manusia yang mengucapkan pengampunan itu, melainkan Firman Allah yang mengampuni dosa, sebab pengampunan tersebut diucapkan atas nama Allah dan oleh perintah Allah. Allah menghendaki kita percaya akan pemberitaan pengampunan dosa, seakan-akan kita mendengar suara Allah dari Surga, sehingga kita dengan penuh suka cita menghibur hati kita dengan pemberitaan itu, mengetahui bahwa dengan melalui iman yang demikian kita memperoleh pengampunan dosa. Oleh karena itu dalam hal pengakuan dosa kita mesti melihat tindakan kita sebagai sesuatu yang tidak begitu penting dan sebaliknya kita justru sungguh-sungguh menjunjung tinggi Firman Allah. Janganlah kita mengaku dosa-dosa seakan-akan kita hendak melakukan sesuatu yang luar biasa untuk dipersembahkan kepadaNya, melainkan hanya untuk memperoleh dan menerima sesuatu dari Dia, yaitu pengampunan. Dengan demikian pengakuan dosa sangat berkaitan dengan pengampunan. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa dimana ada pengakuan dosa maka disitu juga akan terberita pengampunan dosa.

Oleh: Morrys S. Marpaung

Jumat, 05 Oktober 2007

Urgensi Katekismus Pada Masa Kini

Urgensi Katekismus Pada Masa Kini


I. Pengantar
Di dorong oleh rasa keprihatinan Luther melihat orang-orang Kristen yang tidak memahami ajaran-ajaran pokok Kekristenan, maka ia membuat sebuah buku yang berisikan tentang pokok-pokok pengajaran iman Kristen beserta dengan penjelasannya, yaitu disebut dengan “Katekismus”. Buku ini ditujukan kepada setiap orang Kristen, baik kaum rohaniawan maupun jemaat biasa untuk dipelajari dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga diharapkan bahwa setiap orang Kristen dapat bertumbuh secara bersama di dalam iman kepada Yesus Kristus.

Seiring dengan pergerakan waktu, ada indikasi bahwa pemahaman dan pemakaian Katekismus oleh orang-orang Kristen pada saat ini sudah sangat minim bahkan hampir dilupakan. Oleh karena itu tulisan ini bertujuan untuk memaparkan urgensi dari pemahaman dan pemakaian Katekismus pada masa kini. Untuk itu di dalam memaparkan hal itu akan dimulai dari sejarah latar belakang terciptanya katekismus, penggunaannya pada masa reformasi, sampai pada peran penting katekismus pada masa kini.

II. Latarbelakang Katekismus
1.1. Sejarah Terciptanya Katekismus
Pada musim gugur tahun 1528, Martin Luther mengadakan perkunjungan kepada jemaat-jemaat yang berada di Sakson. Di sana dia melihat suatu kondisi yang menyedihkan yaitu banyak orang biasa, khususnya yang tinggal di pedesaan tidak mempunyai pengetahuan apa pun mengenai ajaran Kristen dan banyak Pendeta tidak cakap dan tidak pantas untuk mengajarkan ajaran Kristen. Hal ini mendorong Luther untuk membuat sebuah buku yang berisikan pokok-pokok ajaran Kristen dan penjelasannya.

Pada masa reformasi, untuk memperluas ajaran Kristen di kalangan rakyat, Luther sudah menulis berbagai penjelasan singkat mengenai doa Bapa Kami, Dasa Titah, dan Pengakuan Apostolis yang diterbitkan dalam satu buku dan dicetak ulang berkali-kali antara tahun 1518-1520.[1] Buku itulah yang kemudian menjadi pedoman Luther menyusun pokok-pokok ajaran Kristen yang disebut dengan ‘Katekismus Besar’ dan edisinya yang dipersingkat yang disebut ‘Katekismus Kecil’.[2] Setelah selesai, aslinya dicetak di atas lima kartu besar, dan sekitar pertengahan bulan Mei 1529, Katekismus Kecil yang lengkap sudah dicetak dalam bentuk buku kecil bergambar.

1.2. Pemakaian Katekismus
Walaupun dipersiapkan secara serentak dan menggunakan bahan yang sama, katekismus kecil bukan semacam ringkasan semata-mata dari katekismus besar, ataupun bahwa katekismus besar adalah perluasan dari katekismus kecil. Penekanannya berbeda sebab katekismus kecil ditulis untuk digunakan oleh keluarga masyarakat biasa, sedangkan yang besar ditujukan untuk digunakan oleh para rohaniawan.

Katekismus memperoleh tempat dimana saja orang hidup menurut imannya kepada Allah. Di mana ada khotbah, ajaran, doa, renungan, pergumulan iman dan pengharapan akan hidup yang kekal, katekismus berperan sebagai Alkitab orang awam.[3] Sehubungan dengan penggunaan Katekismus ini, Luther dalam kata pengantarnya di Katekismus Kecil mengingatkan kepada setiap orang tua agar setiap hari mengajar dan membacakan katekismus kepada anak-anaknya dan juga kepada hamba-hamba yang ada di rumahnya, bahkan agar setiap pekan memeriksa kemajuan pelajaran anak-anak mereka. Para pendeta juga diingatkan agar dalam khotbah selalu mengaitkan pengajaran katekismus, menjelaskan kembali apa yang telah diajarkan dalam katekisasi sehingga anak-anak lebih memahami apa yang mereka pelajari. Demikianlah katekismus tersebut telah digunakan dari generasi ke generasi. Hal ini khususnya berlaku bagi katekismus kecil, kendati katekismus besar sering juga dibacakan dalam kebaktian tertentu. Singkatnya, katekismus memang disusun sebagai rangkuman iman Kristen yang menyertai orang kristen seumur hidupnya. Katekismus bukan hanya sekedar buku pegangan para pelajar sidi, yang segera disisihkan begitu mereka menyelesaikan pelajaran mereka. Maksud Luther semula dengan menyusun katekismus adalah untuk memberi bimbingan bagi orang percaya sepanjang jalan iman yang harus ia tempuh. Martin Luther menggunakannya lebih dari sekedar bahan pelajaran, bahkan ia gunakan juga sebagai buku doa untuk berdoa dan mengadaka renungan pribadi.

III. Pemakaian Katekismus Pada Masa Kini
Seiring dengan kemajuan pengetahuan, teknologi dan kebudayaan, sejalan pula dengan munculnya hal-hal yang baru yang disebut dengan modern dan canggih. Hal-hal inilah yang membuat pelabelan secara universal terhadap hal-hal yang sudah lama langsung di sebut kolot, kuno, atau ketinggalan zaman. Bahkan hal ini dapat membuat orang merasa malu untuk memakai ha-hal yang sudah dianggap kolot itu. Dalam kaitannya dengan penggunaan katekismus pada masa kini, kemungkinan pola pikir yang seperti ini turut berperan banyak dalam hal menurunnya penggunaan-penggunaan Katekismus oleh gereja dan juga keluarga-keluarga Kristen dalam kehidupan sehari-hari. Sebab katekismus Luther telah ada sejak tahun 1529 dengan demikian sampai pada saat ini (tahun 2006) telah berusia 477 tahun.

Indikasi untuk melihat bahwa pada zaman yang disebut modern ini banyak keluarga-keluarga Kristen yang tidak menggunakan Katekismus adalah jika ditanyakan kepada orang-orang muda bahkan para orang tua tentang pokok-pokok pengajaran Kristen maka mereka tidak lagi mengetahuinya.

Bukan hanya di dalam keluarga Kristen, di gereja sendiri pun penggunaan Katekismus dengan benar sudah hampir hilang dan dilupakan, yang ada hanyalah formalitas belaka, yaitu pada waktu pelajaran sidi pokok-pokok pegajaran yang terkandung di dalam katekismus itu di suruh dihafal oleh peserta sidi, dan setelah mereka selesai belajar sidi hal itu dilupakan tanpa diterapkan.

Dengan melihat kenyataan-kenyataan yang disebutkan di atas maka dapat dikatakan bahwa pemakaian kateksimus pada masa kini sudah sangat memprihatinkan, sehingga memerlukan banyak pembenahan kembali, sebab justru pada zaman yang disebut modern inilah peranan pemahaman dan penggunaan katekismus sangat diperlukan.

IV. Pentingnya Pemahaman dan Penggunaan Katekismus Pada Masa Kini
Pada saat ini dunia sudah bersifat global, hal ini ditandai dengan terjadinya komunikasi tanpa batas melalui alat-alat komunikasi yang canggih. Tentu saja ini membuka kesempatan kepada setiap orang untuk menyebarkan faham-fahamnya untuk mempengaruhi orang lain. Hal inilah yang menyebabkan di dalam suatu tempat terdapat berragam faham atau aliran dari satu hal tertentu, misalnya: dalam hal musik terdapat banyak aliran, yaitu: pop, rock, dangdut, punk, heavy metal, dll; dalam hal kepercayaan, yaitu: Kristen (bahkan Kristen terbagi-bagi lagi menjadi banyak denominasi atau aliran), Islam (juga terdapat banyak aliran), Katolik, Budha, Hindu, Gereja Setan, dll. Tentu saja ini dapat membuat setiap orang yang tidak memiliki dasar iman yang kuat mudah terombang-ambing oleh ragam informasi dan faham yang diterimanya. Dengan demikian banyak orang menjadi kehilangan identitasnya. Mungkin orang-orang yang seperti inilah yang disebut oleh golongan kharismatik dengan orang-orang Kristen KTP.

Untuk mengatasi hal-hal ini terjadi, maka mau tidak mau pemahaman dan penggunaan Katekismus mutlak dibutuhkan oleh setiap orang Kristen. Sebab di dalam katekismuslah terdapat pokok-pokok pengajaran iman Kristen yang benar, lengkap dengan penjelasan-penjelasan setiap bagiannya. Seperti yang dikatakan oleh Marrtin Luther:
“Katekismus adalah Alkitab orang awam; di dalamnya terkandung seluruh ajaran Kristen yang perlu diketahui oleh setiap orang Kristen untuk mendapat kesukaan kekal ... karena itu hendaknya kita mencintai dan menghargai Katekismus itu ... sebab di dalamnya terdapat rangkuman ajaran gereja Kristen yang kudus, benar, tepat, tua, dan murni”.[4]

Melalui katekismus kita juga dibimbing untuk menerapkan iman Kristen, Katekismus juga menyatakan hal-hal yang benar dan baik, katekismus juga berperan sebagai sarana untuk mengerti Alkitab, di dalam Katekismus terdapat kekayaan teologi, bahkan katehismus dapat membuka rasa kepedulian dan sikap yang ekumenikal.[5] Dengan demikian setiap orang tidak akan mudah terpengaruh hal-hal yang datang dari luar dirinya sebab dia telah memiliki landasan iman yang kuat dan dapat membedakan mana yang baik dan jahat, salah dan benar.

Dengan demikian penggunaan kembali katekismus secara benar sedini mungkin perlu diterapkan oleh setiap orang percaya baik di gereja maupun di dalam keluarga-keluarga. Hal ini menjadi tanggungjawab kita bersama, terlebih kepada para kaum rohaniawan yang dipilih secara khusus oleh Allah sebagai imam diantara iamamat yang am.

V. Penutup
Pikiran Luther untuk membuat katekismus empat ratus tujuh puluh tujuh tahun yang lalu seolah-olah sudah memikirkan keadaan yang sekarang, yaitu bahwa setiap orang membutuhkan satu landasan iman yang benar untuk dapat melawan segala godaan dan tantangan dalam hidup seperti yang terjadi pada saat ini. Dengan demikian pemahaman dan pemakaian Katekismus pada saat ini adalah sesuatu hal yang sangat urgent.
Dan satu hal yang perlu diingat, bahwa pemahaman dan penggunaan katekismus bagi siapapun tidak ada istilah sudah tamat, sebab katekismus bukanlah berisikan kumpulan pelajaran Kristen, melainkan berisikan pokok pengajaran iman Kristen yang mengajarkan kita tentang kebenaran Kristus setiap hari sehingga kita dapat tumbuh dan dibaharui hari demi hari di dalam anugerah Kristus.
Untuk mengakhiri makalah ini ada baiknya saya mengutip perkataan Martin Luther tentang pemahaman dan penggunaannya sendiri terhadap Katekismus.
“Saya juga seorang doktor teologi, seorang pengkhotbah dan lebih dari itu, pengetahuan saya juga sama luasnya dengan semua orang yang berkedudukan tinggi dan berkuasa itu, mereka yang merasa begitu yakin akan diri sendiri. Namun, saya melakukan apa yang dilakukan seorang anak yang sedang diajar katekismus. Setiap pagi dan setiap ada kesempatan, saya membaca doa Bapa Kami, Kesepuluh Firman, Pengakuan Iman Rasuli, mazmur-Mazmur dan sebagainya; saya mengucapkannya dengan suara nyaring kata demi kata. Sebagai tambahan, saya masih membaca dan mempelajari katekismus setiap hari. Meskipun demikian, saya tak dapat menguasainya seperti yang saya ingginkan. Saya mesti terus menjadi anak-anak yang belajar katekismus-saya sama sekali tidak keberatan untuk itu”.

Dengan demikian, jelaslah katekismus bukan sesuatu yang dapat dibaca sekali saja, lalu disisihkan dari hidup sehari-hari. Katekismus mengungkapkan intisari iman Kristen dalam bentuk sederhana dan mengaitkannya dengan hidup orang Kristen sehari-hari sambil menantang mereka untuk masuk ke dalam irama dan gerakannya sampai pada kehidupan kekal.


Author: MM


[1] Luther, “Ringkasan ajaran ke-10 hukum, Ringkasan ajaran pengakuan iman, ringkasan ajaran doa Bapa Kami” ; Judul asli “eine kurze form der sehn Gebote, eine kurze form des Glaubens, eine kurze form das vourterunses’ (terbit di Jerman tahun 1520)
[2] Buku ini dicetak sebagai “Enchiridion” tahun 1929
[3] Formula of Concord, Solid Declaration, Rule and Norm 8: Book of Concord 505
[4] D. Martin Luther Werke. Kristische Gesamtausgabe. TR 5:581-582 (No. 6288)
[5] By Dr. Richard E. Carter, Concordia University, St. Paul, Minneasota, USA